lembaran baru negeri saya...

Lembaran baru.
Siap untuk ditulis.

Saya sudah lama sekali tidak menulis. Kemalasan yg dibungkus rapi dengan kata-kata 'ketiadaan waktu' menjadi alasan utama jeda menulis yang begitu panjang. 21 bulan 7 hari.

Tetapi momen hari ini seperti memanggil saya untuk menggoretkan kata2 di lembar kosong yang tiba-tiba tercipta di depan hidung saya.

Seperti itu cerita negeri ini. Ada halaman baru yang akan dibuka hari ini. Setelah sekian lama catatan-catatan yang ada hanyalah kumpulan kisah-kisah sedih, nyaris gelap dan suram, akhirnya kini tercipta sebuah kesempatan untuk menulis kembali.

Kesempatan yang dihantar dengan begitu banyak dinamika. Penuh diwarnai caci maki, tuduhan dan cemooh yang ditujukan kepada pemimpin yang hari ini akan dilantik. Hamburan kata-kata itu begitu ganasnya hingga memaksa saya berpikir apakah benar Tuhan, yang Maha Kasih, yang menghembuskan nafas kehidupan pada mereka? Kalau memang orang-orang yang menghujat itu mengaku pecinta Tuhan, mengapa terlihat sulit sekali bagi mereka untuk menunjukkan cinta kepada manusia lain yang adalah hasil kreatifitas Tuhan mereka juga?

Saya bukanlah pendukung fanatik pemimpin baru ini. Tapi saya dengan sadar dan waras melubangi kertas wajahnya saat pemilu itu berlangsung. Baru 2 kali saja kelingking ini berlumur tinta selama saya bernafas, termasuk saat memilih orang yang sama juga untuk menjadi pemimpin daerah di tempat saya mencari makan dan berjuang untuk tetap hidup.

Ada kelegaan besar di hati saya saat beliau mendulang lebih banyak kertas suara. Ada harapan. Ada mimpi. Ini yang dibutuhkan negeri ini. Ini yang saya butuhkan. Seperti apa hidup tanpa asa? Ya, manusia perlu makanan tetapi bila tak punya mimpi, makanan itu pun jadi tak bernilai maknanya

Inilah yang membuat saya memilih namanya untuk menjadi pemimpin ratusan juta manusia di tanah air saya. Untuk menjadi nahkoda negara ini. Saya punya banyak harapan sekaligus percaya sosoknya akan berusaha keras mewujudkan mimpi-mimpi saya menjadi bentuk yang dapat diraba, didengar dan dirasakan.

Tidak ada manusia yang sempurna. Mereka butuh pribadi lain untuk menjadikan diri mereka sempurna. Pemimpin baru ini butuh kita. Butuh saya. Butuh anda. Bukan untuk menyanjung. Bukan untuk memuja puji. Tetapi untuk menjaga. Mengawasi. Mengingatkan. Apakah semuanya berjalan di tempat yang seharusnya. Seperti air yang pasti mengalir dari hulu ke hilir. Seperti kereta yang pasti menjejak di atas relnya. Apakah semua berjalan ke arah yang benar? Apakah semua berada pada alurnya?

Mari, sudahi saja pertikaian yang tak berujung pangkal itu. Tak berguna dan tak wajar. Buktikan cintamu untuk negeri ini dengan mengikhlaskan hati dan menyamakan langkah. Banyak yang harus kita kejar. Tak mungkin kita bisa berlari cepat bila kaki-kaki kita tak mampu bergerak dengan selaras.

Selamat bekerja, Pak Joko Widodo. Selamat berkarya untuk presiden saya yang baru. Doa akan selalu kami lantunkan agar tak pernah tercipta kesempatan untuk mengecewakan kami.

Semoga para malaikat menatangmu dengan hati yang berhikmat, mata yang melihat dan telinga yang mendengar.

Sanur, dua puluh oktober.

Comments

Popular Posts