di atas 30.000 kaki

Awal September. Jakarta-Medan.

Di ketinggian 30.000 kaki, saat pesawat Airbus 320 milik B***** Air yang saya tumpangi mendadak terguncang-guncang, saya seperti tersadar bahwa ada limit dalam hidup saya. Bukan baru kali ini, saya naik pesawat yang mendadak naik atau turun hingga membuat perut saya seperti dipompa sesaat. Tetapi, perjalanan terguncang-guncang hingga 2 jam itu, baru pertama kali ini saya rasakan.

Suasana benar-benar dipenuhi aura ketakutan. Sebagian penumpang sudah sibuk berdoa sementara beberapa penumpang (perempuan) lain semakin memeriahkan suasana dengan heboh menjerit-jerit di setiap guncangan pesawat. Saya sendiri awalnya masih berusaha tenang. Mengingatkan diri saya, bahwa pesawat memang akan beresiko terguncang saat masuk awan karena adanya perubahan tekanan udara. Bahwa itu adalah hal biasa dan desain pesawat pastinya telah mengantisipasi hal tersebut.

Tapi saat cuaca tak membaik dan guncangan-guncangan itu ternyata terus berlanjut, di situ baru saya paham  bahwa ini tak akan semudah yang saya kira. Seperti benar-benar naik roller coaster. Diguncang habis. Dan saat itu, saya sadari bahwa saya ketakutan. Yang saya ingat, doa-doa mulai keluar dari mulut saya. Mulai dari doa mohon perlindungan hingga minta ampun karena saya sering menjadi manusia tak tahu diri. Perlahan, kaki saya menjadi dingin. Dimulai dari ujung jari, rasa dingin itu mulai merambat pelan-pelan naik ke atas. Yang paling tak bisa saya lupakan adalah perasaan tak berdaya. Perasaan itu begitu kuat mencekik saya. Paham bahwa apapun bisa terjadi dan saya tak punya kemampuan untuk menghalang-halanginya. Saya ternyata bukan siapa-siapa. Mau sekaya, sepintar, sehebat, setenar dan sepenting apa pun, tetap saja semua itu tak ada gunanya dalam kondisi seperti ini. Apalah yang bisa saya lakukan?

Tetapi memang seperti itulah buruknya manusia. Tepatnya harus ditampar bolak balik dahulu dengan berbagai peristiwa pahit dalam hidupnya, baru (sesaat) sadar bagaimana dan seperti apa keberadaan dia di alam semesta. Saat dihadapkan dalam suatu kondisi tanpa pilihan, barulah kita belajar berpasrah dan dipaksa sadar bahwa manusia itu mahluk dengan dimensi terbatas.

Saya kadang suka "lupa" akan konsep terbatas itu dan masih bernafsu untuk menjadi "tak terbatas". Karena merasa mampu hidup 1000 tahun lagi, saya merasa bebas melakukan apapun juga dan berusaha untuk menjadi "pusat dunia". Pemahaman ini muncul karena memang ada hasrat dalam diri manusia untuk menjadi pribadi yang eksistensinya minta diakui secara unik dan otentik. Akibatnya, manusia pun bergerak ke arah yang sama, ke suatu area di mana keunikan pribadinya tidak terhapus, melainkan diakui dan diteguhkan.

Pengakuan (dari luar) itulah yang nantinya akan membedakan saya dengan orang lain. Saya harus lebih tinggi. Lebih berhasil. Lebih sukses. Lebih segala-galanya. Walau udara yang dihirup dan air yang diteguk itu sama, bukan berarti lantas saya boleh disamakan dengan mereka karena saya itu manusia yang lebih penting.

Sayangnya, pemahaman ini pada akhirnya menuai konflik dalam hidup manusia. Seperti salah satu tweet Rick Warren yang pernah saya baca: a lot of conflict is caused by people wanting to feel important. Berapa banyak dari kita yang tersinggung lalu sakit hati saat konsep "diri saya penting" itu diutak atik pihak lain? Kebuasan dan kesangaran orang-orang berlalu lintas di Jakarta, terutama di Jumat sore adalah salah satu contoh konflik karena merasa dianggap tak penting oleh orang lain.

Dan sore itu, di ketinggian 30.000 kaki, saya dipaksa belajar menerima kesadaran bahwa saya ternyata bukan siapa-siapa. Bukan juga mahluk yang lebih bernilai dibandingkan orang lain. Apa pun yang saya punya dan saya berhasil raih ternyata tak berarti apa-apa sama sekali di titik itu. Saya harus menghitung ulang kembali makna dan indikator saya tentang arti sukses. Mungkin, salah satunya dengan tidak memakai tolak ukur dari orang lain. Seperti yang dikatakan Sokrates, hakekat manusia itu sebenarnya dipengaruhi dari bagaimana cara dia menilai dirinya sendiri. Itulah inti manusia. Tambahan penilaian yang berasal dari luar diri seperti kekayaan, pangkat atau kepopuleran itu hanya anggapan semu dan tak bernilai.

Kesengsaraan saya itu pun berakhir saat suara crew mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat. Sempat terpikir saya, bila pada akhirnya saya bisa mendarat dengan selamat di Bandara Polonia Medan, saya ingin melakukan hal yang sering dilakukan Paus Yohanes Paulus ke-2 saat turun dari pesawat. Mencium tanah tempat saya bisa memijakkan kaki, sebagai ungkapan rasa syukur.

Benar saja. Rasanya begitu luar biasa saat kaki menginjakkan kaki di tanah. Kebahagiaan itu seperti jadi pembenaran bahwa hasrat untuk hidup 1000 tahun lagi memang direstui oleh alam semesta. Mendadak, saya pun kembali menjadi manusia pelupa. Lupa dengan niat mencium tanah Bandara Polonia. Lupa untuk merenung ulang. Lupa menjadi manusia yang "sadar". Dan semuanya pun kembali lagi berjalan seperti biasa. Tergesa-gesa mencoba melukis hidup dengan tinta hasil penilaian dari orang lain. Mungkin nanti, saya akan kembali sadar seutuhnya bila ada tamparan baru dalam hidup saya. Mungkin.

October 1st


 





Comments

Anonymous said…
Oiya.. aku sudah baca ini. Dan tiap naik pesawat suka teringat tulisan ini.. Huft! (Percayalah pada kekuatan tulisan).
christin said…
thank u, mbak arni. terima kasih ya sudah mampir di sini. :)
Banyak orang yang lupa "what's the purpose of their life in this world actually?"... Banyak yg lupa dari mana mereka berasal sebelum kehidupan fana ini, dan lupa akan berakhir dimana sesungguhnya kehidupan mereka saat ini...
Jadi, memang kadang2 kita perlu ditampar mbak.
Dan mungkin kadang perlu berkali-kali, sayapun demikian. Suka keblinger, dan lupa bahwa kita ini cuman mampir... 😊
christin said…
Hehehe, setuju, mbak. Manusia itu bawaannya "stubborn" jadi kadang harus diingatkan berkali-kali utk introspeksi diri. Trmksh sudah mampir dan membaca ya, Mbak. ^^
christin said…
Hehehe, setuju, mbak. Manusia itu bawaannya "stubborn" jadi kadang harus diingatkan berkali-kali utk introspeksi diri. Trmksh sudah mampir dan membaca ya, Mbak. ^^

Popular Posts