raja ampat (3)


Selasa, 29 November 2011

Hari ke-3

Tak terasa ini sudah memasuki hari ke-3 berada di pedalaman Papua. Hari ini, kami mencoba memulai petualangan lagi di laut. Pagi-pagi sekali, semua sudah bersiap untuk berangkat ke Kepulauan Wayag. Kepulauan yang terletak di Desa Waigeo Barat Kabupaten Raja Ampat ini merupakan kumpulan pulau karst berpasir putih di tengah lautan lepas yang (katanya) memiliki keindahan luar biasa. Ceritanya cukup membuat kami penasaran ingin melihat.

Ada 2 pilihan transportasi. Kapal Marina kami atau sebuah speedboat yang bisa melaju kencang. Tentu saja, saya memilih yang kedua untuk bisa menyusuri pulau-pulau di Raja Ampat sementara anggota keluarga yang umurnya lebih sepuh, memilih untuk berlayar dengan duduk tenang di atas Marina.

Ada sensasi yang berbeda saat kita duduk di atas speedboat dengan wajah ditampar angin dan badan dibanting ombak laut. Jauh dari peradaban. Jauh dari rutinitas kota dengan segala carut marut masalah di dalamnya. Sejauh mata melihat, hanya ada air laut berwarna biru gelap dan jajaran pulau berpasir putih tanpa penghuni. Matahari pun tak segan-segan menghajar kami dengan teriknya hinga kulit kami berubah matang (yang 6 bulan kemudian baru memudar). Satu pengalaman tak terlupakan, saat saya melihat pusaran air dengan galaknya mengelilingi sebuah batu karang hitam besar yang hitam dan mengkilap. Dan saya…hanya melintas beberapa meter saja dari situ. Begitu dekatnya hingga bayangan batu karang itu menimpa boat kami. It’s really an amazing view! Sayang, saya tak sempat merekamnya dengan kamera.  
 
Perjalanan ditempuh dalam 1.5 jam saja. Itu pun karena kami menyempatkan diri untuk mampir ke Pulau Pef sebentar. Mendadak salah satu paman saya ingin minum kopi panas hingga akhirnya kami mencari kopi di pulau terdekat.

Jam 10.00 pagi, kami tiba di Balai Konservasi Laut Kepulauan Wayag Sayang. Ini adalah pintu gerbang dan kami wajib memberikan pin kami untuk diperiksa. Saat speedboat merapat, kami disuguhi pemandangan pantai berpasir putih. Begitu kontrasnya dengan warna air laut yang begitu biru. Saya begitu panik melihatnya. It’s so beautiful! 

Yang lain langsung melompat ke dalam air karena tak bisa menahan godaan air yang begitu jernih. Apakah sudah selesai sampai di sini? Ternyata tidak. Ini baru permulaan. Perjalanan sebenarnya adalah saat menuju Pulau Karang.

Pulau ini adalah sebuah karang besar dengan ketinggian 174 meter. Saya tertantang untuk mendaki ke atasnya saat melihat paman-paman saya memanjat ke atas dengan begitu bersemangat. Mereka bilang, tidak ke Raja Ampat kalau tidak melihat pemandangan dari atas pulau itu! Ternyata mendaki dengan kemiringan hampir 80 derajat ini benar-benar menguras tenaga. Mungkin karena umur, tak sanggup saya menyeret kaki saya hingga benar-benar di puncak. Sekitar 20 meter sebelum puncak bukit, akhirnya saya menyerah dan mulai mencari lokasi untuk duduk dan mengambil foto.

Andaikan di puncak itu, ada lokasi tanah datar yang cukup memadai untuk duduk lama atau berbaring, ingin saya tetap berada di atas sepanjang hari menikmati alam yang elok terpampang di bawah sana. Karena sekali lagi … saya merasa panik! Takjub melihat suasana yang disodorkan di depan hidung saya (yang mungkin biasanya hanya bisa saya lihat melalui kartu pos, TV atau internet). It’s so perfect! The best view that I’ve ever seen.

Teriknya matahari akhirnya mampu memaksa saya untuk turun ke bawah. Sialnya, speedboat yang kami tumpangi tidak berada di tempat, sementara rombongan saya sudah berada di pulau seberang yang berjarak sekitar 400 meter jauhnya. Saya dan suami pun lalu mencari-cari posisi yang nyaman sambil menunggu boat kami datang. Kacau! Tanah di situ dipenuhi batu-batu karang yang tajam dan runcing sehingga tak memungkinkan bagi kami untuk duduk dan mengistirahatkan kaki. Waduh! Suara-suara bahagia dari saudara-saudara yang berada di pulau seberang membuat kami menjadi nekat. Tanpa berpikir lama, kami pun nekat terjun ke laut yang permukaannya berada sekitar 6 meter di bawah kami lalu berenang ke pulau seberang! Hahaha…

Kami menghabiskan hari bermain di sebuah pulau tak berpenghuni yang pantainya luar biasa putih. Jangan takut tenggelam bila berenang karena badan kita akan mengambang sempurna. 


Di kepulauan ini, kami juga banyak melihat kapal-kapal phinisi yang dijadikan tempat tinggal untuk waktu lama oleh para peneliti, diver dan pencinta lingkungan. Jangkar mereka tidaklah dibuang ke laut, tetapi diikat ke karang-karang terdekat supaya tidak merusak permadani terumbu karang di bawah laut.

Kami menutup hari dengan kembali ke titik awal yaitu Balai Konservasi Laut Kepulauan Wayag. Di pulau ini, kami kembali snorkeling dengan kalapnya di antara rombongan ikan yang hilir-mudik, saat kami memberi makan mereka langsung dengan tangan kami sendiri. Seru sekali! Lebih seru lagi saat kami melihat ada seekor anak ikan hiu yang berenang ke arah kami. Antara takut dan penasaran, kami sempat berusaha mengikuti kemana dia berenang, sebelum akhirnya ikan hiu itu berhasil melarikan diri ke tengah laut.

Pukul 18.00, saat matahari tenggelam, adalah tanda bahwa acara kami harus segera diakhiri. Tidak ada lampu atau penerangan apapun di laut. Jangan sampai boat menabrak karang! Karena itu, sebelum semuanya benar-benar gelap, kami harus sudah berangkat dan tiba di Kapal Marina yang sudah membuang sauh. Malam ini, kami akan menghabiskan malam di di tengah lautan lepas. Tidur di atas kapal sambil berdoa semoga tak ada perompak yang akan menghampiri kami.  

Super duper day!

Comments

Popular Posts