earth hour 2010

Sabtu, 27 Maret 2010

Jam 19.00
Saya masih berada dalam sebuah mall di kawasan Kelapa Gading bersama keluarga kakak saya, mencoba menyelesaikan makan malam saya dengan cepat karena ingat 2,5 jam lagi akan ada acara pemadaman listrik bersama. Suasana di mall sangat ramai dan terang benderang. Begitu gemerlap dan luar biasa meriah. Sebenarnya saya tidak terlalu suka dengan keramaian mall di malam minggu, akan tetapi hari ini pengecualian. Sebuah toko buku besar di tempat ini sedang menawarkan diskon 30% untuk semua bukunya. Ini sebuah tawaran menarik yang tidak mungkin saya tolak!

Jam 20.00
Akhirnya selesai sudah. Kami pun bergegas meninggalkan mall tersebut yang tentu saja masih super ramai luar biasa! Tepat jam 20.00, keluarga saya bergegas meninggalkan gedung mall tersebut, berpisah dan pulang ke rumah kami masing-masing. Saya memilih pulang melewati jalan tol saja untuk menghemat waktu. Namun karena merasa tidak yakin mampu menempuh perjalanan pulang hanya dalam waktu 30 menit, saya lalu menelpon ke rumah. Beberapa instruksi saya berikan pada asisten rumah tangga saya, supaya memadamkan semua lampu dan berhenti menggunakan listrik, tepat pukul 20.30 nanti.

Jam 20.40
Benar saja! Walaupun sudah mencoba melesat secepat kilat, perjalanan pulang tetap memakan waktu 40 menit. Saat itu, saya sudah memasuki gerbang kompleks saya. Di situ, terpasang sebuah spanduk besar berisi ajakan untuk ikut memeriahkan acara Earth Hour 2010. Pelan-pelan, saya pun mencoba mengamati keadaan. Apakah tetangga-tetangga berpartisipasi dalam acara Earth Hour 2010 ini?

Ternyata, nyaris tak ada tetangga saya yang memadamkan lampunya. Ada beberapa rumah yang terlihat gelap gulita. Tetapi saya tidak tahu, apakah memang mereka ikut berpartisipasi atau memang rumah itu sedang tidak ada penghuninya. Kecewa juga saat melihat rumah tetangga-tetangga di kiri kanan saya terlihat terang benderang. Walau begitu, saya agak terhibur karena rumah yang ukurannya paling besar dan paling mewah di kompleks saya, ternyata ikut berpartisipasi!

Jam 20.45
Saya tiba di rumah, yang sudah terlihat gelap gulita. Senang juga hati saya melihat betapa baiknya asisten saya menjalankan instruksi saya dengan benar. Saya pun bergegas memandikan anak-anak dengan diterangi cahaya lilin.

Jam 21.00
Finally! Akhirnya saya bisa tenang menikmati suasana earth hour 2010. Bersama anak saya, Ale (3.5), kami duduk bersama di sofa, menunggu jam menunjukkan pukul 21.30. Ale bertanya, mengapa lampu rumah harus dimatikan. Saya pun mencoba menjelaskan dengan bahasa sederhana. Apa itu energi, kegunaannya dan mengapa kita harus hemat energi. Ale mengangguk-angguk. Tanda mengerti? Saya tidak tahu. Tapi saya benar-benar bingung menjawab pertanyaan dia berikutnya. Apa warna energi, bunda?

Jam 21.11
Suasana sangat tenang, hening dan gelap. Rasanya benar-benar kontras dengan suasana hingar bingar mall tadi. Menyenangkan juga bisa duduk sebentar. Doing nothing, hanya menikmati kegelapan. Seperti inikah rasanya bila saudara-saudara saya yang beragama Hindu menjalani ritual Nyepi?

Jam 21.30
Selesai sudah acara meditasi ala saya yang cuma hitungan menit. Lampu rumah, lampu pagar, AC, TV, rice cooker, pun bergegas dinyalakan. Peradaban pun rasanya melesak kembali ke depan hidung saya.

Ada pencerahan? Tidak! Apa yang bisa dicerahkan dalam benak kita, hanya dalam waktu 60 menit? Tetapi saya sempat berpikir, apakah saya tahan bila harus hidup tanpa listrik? Tanpa lampu, AC, TV, kulkas, notebook tercinta saya, dan terutama handphone? Waduh, rasanya mesti seperti kembali ke zaman batu. Tidak bisa melakukan apa-apa.

Makanya saya sangat mengerti rasa frustasi masyarakat yang mengalami giliran pemadaman (nyaris setiap hari) di beberapa kota di Indonesia. Rasanya mengenaskan sekali, bila sesuatu yang tidak menyenangkan itu harus dialami bukan karena pilihan tetapi karena keadaan!

Hidup manusia membutuhkan energi! Dan saya ingin belajar untuk menghargai energi yang saya miliki dengan menggunakannya secara pintar. Mereka bukan cuma menopang hidup saya, tetapi adalah bagian dari hidup. Seperti matahari, seperti udara, seperti air hujan. Mereka bagian dari keseharian diri kita sehari-hari. Begitu jelas dan gamblangnya terlihat, hingga akhirnya kita menganggap itu biasa. Tak istimewa, dan lupa menghargainya...

Sayangnya, sumber energi yang kita pakai saat ini masih terbatas dan terancam habis. Keadaan masih terlalu rumit bila kita ingin bicara tentang solusi atas masalah ini. Karena itu, mari hargai apa yang kita punya dengan menggunakannya secara bijak!

Selamat hari bumi! Semoga bumiku (yang mungkin sedang mati pelan-pelan) ini, masih cukup sabar menampung dan menerima keberadaan kita, manusia, dengan segala kesalahan, sifat rakus dan sampah-sampah yang dihasilkannya!




Comments

Popular Posts