melaka : kota sejarah

Tidak terlalu lama, saya mengunjungi Melaka. Tetapi kisah dan pemandangannya yang menarik membuat saya mencoba membuat sedikit catatan dan beberapa foto tentang beberapa tempat bersejarah kota ini.

Kota ini ternyata mempunyai ikatan sejarah kuat dengan Pulau Sumatera. Parameswara, sultan pertama, adalah pangeran Sriwijaya keturuanan Majapahit, yang melarikan diri setelah serangan Majapahit ke Sumatera tahun 1377. Paremeswara pun kemudian menikah dengan seorang putri Kerajaan Pasai, kerajaan Islam pertama di nusantara.

Ada juga tokoh Hang Tuah, tangan kanan Sultan Malaka di kemudian hari, yang ternyata tumbuh besar di Pulau Bintan. Tokoh terkenal di Malaysia, yang juga dianggap pahlawan di Indonesia itu, dikisahkan menghabiskan masa tuanya di negeri Batak setelah Malaka dikuasai Belanda. Walaupun ada juga kisah versi Malaysia yang menyebutkan bahwa Hangtuah meninggal dan dimakamkan di Kampung Tanjung Kling Malaka.

Di Melaka, bangunan-bangunan tua bersejarah peninggalan Portugis, Belanda dan Inggris ini, dirawat dengan apik. Sangat berbeda dengan cerita kebanyakan bangunan tua di kota-kota di Indonesia.

Stadthyus

Ini adalah Stadthyus (Red Building) yang dibangun Belanda saat menguasai Malaka (1641-1795). Bangunan ini adalah bangunan peninggalan Belanda tertua di Asia Tenggara dan pernah berfungsi sebagai rumah gubernur.

St.Paul's Church

Gereja ini dibangun Duarte Coelho, seorang Kapten Portugis pada tahun 1521, yang terletak di St.Paul Hill dan dikelililingi oleh Benteng A'Famosa. Benteng A'Famosa ini dibangun Portugis tahun 1511, dalam waktu 6 bulan, di bawah perintah Alfonso d'Albuquerque, untuk mengamati kedatangan musuh dari arah sungai. Setelah perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824, Inggris pun berusaha memusnahkan benteng ini hingga rusak parah. Bagian yang tersisa hanyalah bagian pintu gerbang benteng (Gapura Santiago, Porta de Santiago).


Gereja ini pernah dijadikan tempat penyimpanan senjata saat Malaka dikuasai Inggris. Kaum Protestan Belanda, konon, yang menghancurkan atap gereja ini dan menjadikannya sebagai benteng pertahanan.



Dalam gereja ini ada peninggalan nisan kuno milik para bangsawan Belanda yang dimakamkan di sekitar gereja tersebut.

Konon, di gereja ini pernah disemayamkan misionaris terkenal Fransiscus Xaverius, sebelum dibawa dan dimakamkan di Goa, India.

Masjid Kampung Kling

Salah satu mesjid tertua di Malaysia ini, dibangun tahun 1748, terletak di pertemuan Jalan Hang Lekiu dan Jalan Tanjong.

Bentuknya tidak seperti mesjid pada umumnya. Denah ruang berbentuk bujursangkar, berbeda dengan kebanyakan mesjid di Timur Tengah yang berbentuk persegi atau hexagonal. Atapnya berbentuk limas, mirip piramida, adalah jawaban untuk masalah iklim tropis.

Mesjid yang didirikan kaum India muslim, berkolaborasi dengan Melayu muslim, ini memiliki menara yang dipengaruhi agama Hindu/Budha. Bentuknya yang seperti pagoda cina menjadi ciri khas yang unik.

Di jalan ini juga terdapat 2 tempat ibadah lain yaitu Kuil Sri Poyatta Vinayagar Moorthi dan Klenteng Cheng Hoon Teng. Klenteng ini dibangun tahun 1646 untuk Dewi Kwan Im oleh pelarian dari Manchu. Sayang, saya tidak memiliki foto kedua bangunan tersebut.

Arsitektur bangunan di Melaka menjadi bukti sejarah bahwa di suatu masa dulu, Melaka adalah sebuah kota tempat bercampurnya ras, budaya dan agama yang dapat hidup selaras dan berdampingan berabad-abad lamanya.

Kuatnya pengaruh budaya Eropa, Cina dan Melayu menjadikan kota ini sebagai kota multi etnis yang mulai berkembang di abad ke-15.

Ada istilah Baba dan Nyonya, mengacu pada keturunan 500 orang pendatang dari Cina, yang datang bersama Putri Hang Ling Po dan Laksamana Cheng Ho, yang lalu menetap dan berbaur dengan kaum Melayu setempat. Fasade di sepanjang Jalan Tun Tan Cheng Lok, memberi gambaran kuatnya pengaruh budaya Cina di Melaka.

Apa yang saya lihat di kota ini melalui sudut kamera saya, apa yang saya baca dan saya dengar tentangnya, membuat saya sedikit merenung. Tidak bisakah kita membuat kota-kota tua kita di Indonesia seperti Melaka?